Read Pure Theory of Law in English
Hirarki Norma dan
Proses Pembentukan Hukum
Deskripsi Kelsen mengenai proses hukum sebagai sebuah
hirarki norma-norma, keberlakuan setiap norma (terlepas dari norma dasar)
bersandar pada norma yang lebih tinggi, dan setiap level dalam hirarki yang
mewakili pergerakan dari keumuman utuh menjadi individualisasi yang semakin
meningkat, kadang kala disalahpahami bahwa interpretasi dan aplikasi aturan
umum adalah sebuah karakter mekanik semata. Hal ini sangatlah jauh dari
pandangan Kelsen. Sebaliknya, Kelsen menunjukkan bahwa, meskipun hukum memiliki
keunikannya sendiri dalam mengatur hasil ciptaannya, norma yang lebih tinggi
dapat menentukan ciptaan dan konten normal in hanya pada level tertentu. Sejauh
terdapat diskresi atau pun pilihan terhadap aturan yang diaplikasikan, fungsi
norma dalam menciptakan berkaitan dengan karakter politis. Hal ini tampak jelas
dalam cara Mahkamah Agung Amerika Serikat menginterpretasikan Undang-Undang,
namun ini sama saja dengan aplikasi hukum oleh pihak yang berwenang. Dan
fungsinya tidak berhenti hanya pada tataran absah saja sebab hal ini masih
berada dalam kerangka norma-norma.
Kelsen tidak meniadakan nilai sosiologi hukum. Sosiologi
hukum berdiri berdampingan dengan yurisprudensi normatif dan tak dapat saling
menggantikan. Yurisprudensi normatif berkaitan dengan keabsahan dan sosiologi
hukum berkaitan dengan keampuhan, namun keduanya saling terhubung, sebab
sosiologi hukum mengandaikan konsep normatif hukum. Namun Kelsen menarik garis
perbedaan antara peran ilmuwan hukum dengan pihak berwenang yang menciptakan
hukum, misalnya hakim. Ilmuwan hukum hanya dapat mendeskripsikan namun tidak
menegakkan, dan, oleh sebab itu, mereka tidak dapat melaksanakan hal-hal yang
dapat dilakukan oleh pihak yang kedua. Ilmuwan hukum harus menerima segala
keputusan sebagai sesuatu yang sah sebab hal tersebut berada di luar kuasanya
untuk menyatakan apakah hal tersebut berada dalam kerangka norma umum yang
sedang dipertanyakan. Dan meskipun mereka dapat memberikan kemungkinan
interpretasi mereka harus menyerahkan hal tersebut kepada pihak yang berwenang
dalam menciptakan hukum untuk mengambil keputusan, sebab mencoba mempengaruhi
wewenang ini berarti melaksanakan fungsi politis dan bukannya fungsi hukum.
Kelihatannya dalam hal ini tindak penolakan ikut terlibat dalam porsi ilmu
hukum yang tampaknya sulit merelakan, dan nampaknya menyebabkan para penasihat
hukum berdebat mengenai sebuah kasus sebagai potisi, daripada sebagai
pengacara.